Sunday, September 25, 2016

A Little Glimpse of My Journey to England

Dalam suatu kompetisi bernyanyi, saya pernah berduet dengan sahabat saya Fajri menyanyikan lagu "A Whole New Wolrd" (sountrack film Aladin). Persis seperti liriknya "Unbelievable sights. Indescribable feeling", itulah yang sedang saya rasakan sekarang. Sudah lebih dari 2 minggu ini saya berada di a whole new different place called United Kingdom atau Inggris. Alhamdulillah, terbayar sudah mimpi yang pernah saya tuliskan di buku mimpi saya. Walaupun buku itu sempat saya tinggalkan karena tidak menerima kenyataan bahwa mimpi saya untuk pergi ke Kanada lewat PPAN kandas tahun lalu. But guess what? God has BETTER PLAN.

Beberapa waktu sebelum keberangkatan, saya dilanda emotional crisis. Saya bergulat dengan banyak sekali conflicted feelings sehingga harus merelakan bobot badan menyusut (sampai di UK langsung tembem lagi dong haha). Ada banyak hal yang membuat saya khawatir, sehingga lupa bahagia dan sering kebingungan. Sama kebingungannya ketika saya berada di pesawat dari Pangkalpinang menuju Jakarta. Sampai-sampai bapak-bapak di pinggir saya menoleh karena merasa aneh melihat badan saya stiff menatap monitor TV pesawat tanpa ekspresi dalam waktu yang lama. Saya bingung, kenapa saya di bandara tidak nampak emosional saat keluarga dan pacar menangis sendu mengantarkan saya. Oke, part yang pacar itu tidak benar adanya, wkwkwk. Perasaan aneh ini saya ajak tidur sampai tiba di Schipol Airport, Amsterdam untuk transit.

Bersama Bayu dan Ak Cecep di depan Trent Building, University of Nottingham

That Overwhelming Moment
The minute I saw the "Schipol Airport" sign from the airplane window during my transit in Amsterdam, I secretly whispered to myself, "Tanah Eropa, ya Allah. Tak ada pantas-pantasnya hamba dihadiahkan ini. Hamba selalu lupa bersyukur."
Itu adalah titik di mana saya ingat hal-hal sedih dan perjuangan yang saya lakukan yang sebetulnya masih jauh dari layak untuk dihadiahkan kebahagiaan seperti ini. Di detik itu pula saya ingat buku karya Pak Cik Ikal, 'Edensor' yang menceritakan tentang kisah anak melayu yang menuntut ilmu di tanah eropa. Saya juga mengingat betapa saya mengurungkan rasa excited berlebihan ketika menerima berita gembira kelulusan LPDP. Saya membatasi mencari tahu tentang hal menarik di Inggris, saya juga tidak begitu peduli dengan hal-hal penting yang harus saya comply di kampus University of Nottingham, bahkan saya tidak terlalu excited untuk packing sebelum berangkat. Bukan tanpa alasan saya mengurung rasa excited itu. Sebab, setelah gagal ke Kanada saya belajar bahwa life will be more deliberately exciting kalau saya tidak berlebihan dalam menanggapi suatu keberhasilan dan let life surprises us in the way we cant ever imagine. And now, see? I cry so joyfully meaningful saking bahagianya tidak berkespektasi tinggi hehehe. Eh, tapi dengan catatan ya, bahwa hidup itu tidak pasti, jadi kita harus terus berencana dan berjuang. Bukan menjalaninya dengan seenak perut wae, hehe.

Another overwhelming moment yang selalu bikin geli dan terharu adalah culture shock. Di Bangka saking panasnya kalau saya main ke pantai sebentar saja sudah bikin kulit belang-belang. Sedangkan di Nottingham yang sedang menjelang auntumn, saya kaget dengan suhu sekitar 9-15°C. Suhu seperti ini bikin nafsu makan meningkat dan kalau stamina tidak kuat bisa kena demam. Ada banyak kejadian yang buat saya merasa katrok, seperti saat salah kostum (baju ketipisan saat suhu rendah, lalu saya mesti kabur ke Primark buat beli sweater dadakan) dan tidak paham dengan apa yang dibilang mbak-mbak cashier bule sewaktu belanja groceries karena accent Nottingham-nya yang kental. Tapi ada yang paling berkesan, yaitu saat saya dan Bayu (housemate) sore-sore pulang dari kampus, dan dia bilang,"Eh, nafas kita berasap!". Dengan kampungannya saya histeris bilang,"Eh, iya Bay. Berasa banget kita lagi di Europe, ya.". "Ya emang!" Tukasnya. Lalu saya tertawa heboh sambil nyebuh-nyebuh nafas sendiri hingga Bayu suruh saya ketawa pelan-pelan. Sepertinya habis ini Bayu akan malu jalan bareng saya. Hahaha.

Kebahagiaan yang Berasal dari Doa-Doa Kecil
Hari-hari pertama di Inggris saya habiskan di London bersama Fajri. Saya kembali teringat tahun lalu mengantarkannya dan Widya (sahabat sejak dari SMA) untuk studi di Inggris sambil menyelipkan doa iseng,"Doakan aku menyusul kalian, ya". Itu uniknya hidup, kebahagiaan yang tercapai dari doa-doa kecil.

Tahun-tahun sebelumnya saya gemar menyelipkan doa-doa kecil untuk bisa menginjakkan kaki di tanah eropa. Salah satunya adalah lewat janji dengan teman. Dulu saya dan beberapa orang teman di Malaysia berkeinginan untuk travelling bersama ke eropa pada tahun 2016. Saya agak keberatan karena saya rasa saya belum akan makmur untuk travelling dengan uang sendiri dalam kurun waktu yang singkat. Lalu saya bilang ke mereka,"Hm, I am not sure if I can go to Europe in 2 years time. Because maybe I won't be financially independent. But let's see, maybe I can meet you guys there while studying". Itu doa iseng yang kedua.

Doa iseng ketiga yang saya ingat adalah waktu saya berjumpa Chef Norman Musa (a famous Malaysian Chef) setahun lalu. Saya dikenalkan oleh Kak Dya (fans Chef Norman) yang meminta saya melukiskannya. Chef bilang kalau lukisan saya di-display-nya di restoran "Ning" miliknya di Manchester. Lalu saya berkeinginan kalau nanti saya akan pergi ke sana untuk berjumpa kembali dengan karya saya itu. Pulang dari bertemu dengannya, saya langsung cari informasi seputar S2 di Inggris.

---

Selama di Inggris, honestly saya sedikit meninggalkan beban-beban moral di Bangka untuk mensyukuri kehidupan baru dan berkontemplasi. Di sini saya jadi semakin mengakui kebenaran bahwa Tuhan tidak pernah berbohong dengan janji-janji-Nya. Semakin pula saya sadar bahwa berdoa adalah kewajiban yang harus saya jadikan habit. Sebab doa adalah hal termudah yang bisa kita lakukan dan akan selalu di dengar oleh-Nya. The answers of our prayers? It's just the matter of timing. Mungkin sekarang, nanti, atau digantikan dengan yang lebih baik.

Ada yang berpesan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh seseorang, maka semakin besar pula tanggung jawabnya. It's not going to be an easy journey. Tapi Tuhan telah menitipkan amanah ini, dan semoga saya sanggup mengembannya. Terima kasih untuk semua yang telah mendoakan dan mendukung saya. Semoga teman-teman yang membaca ini dan berkeinginan untuk studi lebih tinggi dimudahkan jalannya untuk segera mengemban amanah baru. Aammin.


2 comments:

  1. Kak Tyas sangat menginspirasi sekali deh.. Kak, ceritain mengenai pengalaman perjalanan kakak dari awal apply LPDP hingga menjadi awardee LPDP di UK. Bisa juga share tips2, kenapa milih UK jadi tempat kuliahnya, sistem pendidikan di sana, budaya orang sana yg unik/khas, persepsi kita yg mungkin ternyata salah mengenai masyarakat sana, dll kak..
    ditunggu yo kak...

    ReplyDelete
  2. Thank you! Will definitely do, Dek. Harap sabar menunggu ya :)

    ReplyDelete